Sesampainya di London, sulit sekali untuk saya mencari tempat tinggal di Kingston dekat universitas saya. Karena belasan ribu murid datang di saat yang bersamaan untuk mencari tempat tinggal. Saya tidak mau tinggal di akomodasi kampus karena saya butuh privacy dan ketenangan. Akhirnya saya menumpang dulu beberapa minggu di rumah teman SMA saya dulu bersama Budi (bukan nama asli), yang tinggal bersama pacarnya, Wati (bukan nama asli). Mereka tinggal di East London, sekitar 2 jam dari kampus saya (perjuangan ya).
Orang tua Budi tahu bahwa mereka tinggal bersama, tetapi orang tua Wati tidak tahu. Pada waktu itu, ayah Wati berkunjung 2 minggu ke London untuk menjenguk anaknya. Ia menginap di sebuah hotel di daerah Kensington. Ditengah-tengah minggu kedua kunjungannya, tiba-tiba Wati yang sedang menemani ayahnya jalan-jalan, meng-SMS Budi: “Bokap mau nginep di rumah seminggu ini, kita udah on the way pulang. Will Be there in 20 minutes.” Mampuslah kita berdua.
Di saat yang sama, ada 2 orang teman Wati, Malin (orang Swedia) dan Marina (orang Slovenia) juga menginap untuk menumpang sementara mereka mencari kerja. Langsung lah kita mengatur strategi. Budi tidak mau keluar dari rumah untuk menginap di hotel, karena sangatlah buang-buang duit pikirnya. Akhirnya rumah mereka di-set untuk terlihat seperti ini: Wati tinggal di rumah itu berdua dengan Malin, dan si Marina menumpang menginap beberapa hari. Budi disembunyikan di kamar Malin selama seminggu, dan hanya akan keluar kamar saat ayah Wati sudah tidur atau pergi keluar untuk jalan-jalan (semoga berhasil menahan kencing haha). Jadi kamar Malin isinya Malin, Marina, dan Budi. Lalu bagaimana dengan saya? pertanyaan yang bagus.
Terpaksa saya keluar dari rumah itu selama seminggu. Saya mengepak baju dalam waktu 10 menit untuk bekal seminggu, buru-buru meninggalkan rumah. Sesampainya di luar, barulah saya berpikir…kemana nih saya sekarang??? Saya telfon lah semua teman saya yang saya kenal di London, kebanyakan sedang bepergian keluar kota lah, tidak bisa numpang lah, dll. Untuk menginap di hotel, saya tak punya uang yang cukup untuk itu.
Adalah seorang teman lama saya juga, yang tinggal di Wimbledon. Hari pertama saya menumpang di rumahnya, itu juga malamnya. Saya berkitar-kitar gak jelas seharian dahulu sebelom ke rumahnya. Tetapi besoknya saya terpaksa pindah karena saya merasakan kehadiran saya di sana sedikit mengganggu mereka (teman saya sudah menikah dengan orang asing). Hari kedua dan ketiga saya pindah ke daerah Kingston, teman saya di kampus. Hari ke-empat dan kelima, saya sampai keluar kota ke Colchester, lokasi University of Essex, untuk menumpang di rumah Adit, adik kelas saya di SMA dulu. Untungnya weekend itu adalah hari Lebaran, dan banyak orang Indonesia yang tinggal di seluruh Inggris datang ke London untuk menginap, demi mendatangi acara Lebaranan di Wisma Kedutaan Besar Indonesia. Teman-teman saya datang dari Leeds dan mereka menumpang nginap di rumah James. Saya nebeng juga akhirnya untuk 2 malam, padahal baru kenal.
Pasti anda berpikir betapa sedihnya hidup saya. Tetapi anda salah, selama seminggu itu, saya sangat menikmati hidup saya. Hidup berpindah-pindah seperti gembel, saya tertawa terbahak-bahak dalam hati. Saya tidak akan bisa melupakan waktu seminggu itu saya terlunta-lunta. Saya tidak berani cerita ke orang tua saya sewaktu saya homeless. Mereka juga agak bingung sebenarnya mengapa saya seminggu itu berpindah-pindah. Waktu itu saya baru sampai di London, jadi hampir tiap hari kami chatting dan mereka selalu tahu kabar saya. Saya baru cerita masalah ini sewaktu saya telah damai kembali ke rumah Budi dan Wati.
Good times 🙂
Baca blog mas andry, saya jadi iri mas…iri sekali..
ini post tahun 2007, tepat saya juga mau hijrah ke LN mau kerja jadi programmer, tepatnya ke MidEast.
Semua docs sudah lengkap tinggal berangkat.
eeeeeh, lighting could strike anytime, jadi batal deh, padahal h-2
dan setelah 7 tahun, niat itu muncul lagi, mau kerja di LN, sekarang malah menyesali deh …
keep up ya blognya..